Jumat, 30 September 2011

Tulisan Ke-1 Pengantar Lingkungan

Nama  : Hendrickson 
NPM  : 13410221
Kelas  : 2IB02

Identifikasi Aspek Lingkungan dan Pentingnya Dampak

Organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk mengidentifikasi aspek lingkungan dari kegiatan, produk atau jasa yang dapat dikendalikan dan oleh karenanya diharapkan memiliki pengaruh, untuk menentukan aspek-aspek yang memiliki atau dapat memiliki dampak penting ke lingkungan. Organisasi harus menjamin bahwa aspek yang terkait dengan dampak penting di pertimbangkan dalam membuat suatu tujuan lingkungannya.

URAIAN
Aktivitas identifikasi dan evaluasi aspek lingkungan merupakan dasar dari Sumber Manusia dan Lingkunganya (SML) sehingga pemahaman dan metodologi dan hasil merupakan satu keharusan yang penting. Organisasi harus mengenali aspek/dampak lingkungan sebelum dapat membangun suatu SML yang baik. Bila diibaratkan dengan tubuh manusia, aspek merupakan darah yang mensuplai masukan-masukan kepada elemen-elemen lain dalam Standar. Hasil identifikasi aspek yang buruk menyebabkan sistem yang tidak representatif dan kemungkinan besar gagal dalam penerapannya.

Organisasi harus membuat dan memelihara prosedur untuk mengidentifkasi aspek lingkungan. Sebagai suatu sistem manajemen terdokumentasi, standar mewajibkan suatu prosedur tertulis (dinyatakan dengan frasa prosedur terdokumentasi) yang menjelaskan tata cara identifikasi aspek lingkungan dari kegiatan, produk atau jasa. Hasil identifikasi merupakan suatu daftar aspek lingkungan dan dampak lingkungan yang diakibatkan oleh aspek lingkungan. Selayaknya daftar aspek lingkungan ini harus memuat keseluruhan aspek lingkungan secara lengkap baik dalam kondisi normal, abnormal dan darurat, seluruh komponen lokasi seperti bagian produksi, gedung perkantoran, gudang yang terletak diluar pagar, dan lain sebagainya.

Aspek lingkungan diartikan sebagai bagian dari kegiatan yang berinteraksi dengan lingkungan sedangkan dampak adalah akibat dari suatu aspek. Dengan kata lain, ada hubungan sebab akibat antara aspek dan dampak lingkungan. Sebagai contoh, pengoperasian kiln di dalam industri semen merupakan salah satu kegiatan utama pada pabrik semen yang terdiri dari sub-sub kegiatan yang berinteraksi dengan lingkungan atau menimbulkan dampak seperti emisi gas pembakaran dan emisi debu. Emisi gas-gas hasil kalsinasi di kiln seperti gas SO2, NO2, dan terutama debu/partikulat merupakan aspek lingkungan, yang menimbulkan dampak berupa pencemaran udara. Aspek lain dari kegiatan ini adalah pemakaian sumber daya alam, berupa batu bara dan IDO (Industrial Diesel Oil), dengan dampak pengurangan sumber daya alam batu bara dan minyak. Contoh lain, kegiatan suatu perusahaan berupa pengoperasian IPAL memiliki sub kegiatan atau aspek lingkungan seperti penambahan bahan kimia, ceceran bahan kimia, pembuangan limbah cair terolah ke sungai, dll. Yang bila dikaji proses terjadinya dampak maka aktivitas-aktivitas tersebut digolongkan sebagai aspek lingkungan yang menimbulkan dampak pencemaran air. Terlihat juga di sini bahwa beberapa aspek dapat menyebabkan satu atau beberapa jenis dampak lingkungan, baik pencemaran udara atau pencemaran air.

Aspek pada kondisi abnormal dalam kedua kegiatan tersebut dapat muncul ketika dilakukan pemeliharaan alat sehingga dampak lingkungan bukan berasal dari aktivitas normal, tetapi berupa ceceran oli bekas, buangan spare part bekas, dll. Sedangkan kondisi darurat menyumbangkan aspek lingkungan berupa ‘blow up’ debu ke udara karena temperatur operasi terlalu tinggi yang mengakibatkan EP tidak berfungsi atau keracunan mikroorganisma di IPAL yang mengakibatkan buangan limbah cair yang tidak terolah atau dengan kata lain BOD jauh melebihi ambang batas. Sekali lagi, ketiga kondisi tersebut (normal, abnormal, dan darurat) harus didaftar. Beberapa perusahaan berusaha membedakan antara kedua kondisi itu sebagai: kondisi darurat adalah kondisi diluar normal yang memberikan dampak seketika besar dan tidak dapat dicegah kecuali mengurangi dampak setelah terjadi. Sedangkan kondisi abnormal merupakan kondisi di luar kondisi normal yang sudah diperkirakan dan terkendali. Dan dari aktivitas, produk atau jasa. Identifikasi harus dilakukan tidak terbatas pada kegiatan-kegiatan di dalam areal perusahaan dan terkait dengan sumber limbah terbesar semata, tetapi menjangkau kepada aspek dari produk atau jasa. Contoh-contoh yang telah dikemukakan di atas adalah aspek yang muncul dari kegiatan utama produksi. Sedangkan aspek dari produk memiliki cakupan yang lebih luas seperti tinjauan terhadap produk ketika disimpan di gudang, pemuatan produk/bahan baku ke alat trasnportasi, selama pengangkutan dan ketika digunakan oleh konsumen. Produk semen dari masa penyimpanan, bongkar muat, pengangkutan dan pemakaian menimbulkan dampak ke lingkungan berupa pencemaran udara dari debu, emisi gas-gas alat transportasi dan partikel semen yang mungkin mengganggu pernafasan konsumen. Contoh paling ilustratif adalah produk penyulingan minyak mentah menjadi bahan bakar kendaraan bermotor. Ketika pengangkutan terdapat aspek potensi tumpahan dan ledakan; ceceran ketika bongkat muat dan emisi gas-gas hasil pembakaran termasuk yang bersifat beracun (Pb) ketika dikonsumsi dalam kendaraan bermotor. Berbagai macam dampak jelas ditimbulkan dari aspek-aspek tersebut dan memiliki kategori yang berat. Sehingga ini merupakan contoh, aspek produk yang diklasifikasikan sebagai aspek penting/signifikan.
Dan dari kegiatan, produk atau jasa yang dapat dikendalikan dan oleh karenanya diharapkan memiliki pengaruh, untuk menentukan aspek-aspek yang memiliki atau dapat memiliki dampak penting ke lingkungan
Apakah semua aspek dari produk atau jasa harus diidentifikasi dan menjadi tanggung jawab organisasi? Itulah pertanyaan yang selalu dan perlu diajukan oleh perusahaan yang sedang menerapkan SML karena tanpa paragraf ini perusahaan akan memiliki tanggung jawab yang luas dan kemungkinan besar pelaksanaan SML itu menjadi tidak ekonomis. Standar tidak menginginkan suatu implikasi yang menyebabkan hambatan bagi penerapan SML ini sehingga dikatakan dalam klausa ini : yang dapat dikendalikan dan oleh karenanya diharapkan memiliki pengaruh yang artinya tidak semua aspek lingkungan dari produk dan jasa dicakup dalam SML, kecuali perusahaan memiliki kendali dan pengaruh terhadap kegiatan-kegiatan tersebut.
Jadi harus ada proses evaluasi terhadap tingkat pengendalian yang dapat dilakukan perusahaan terhadap kegiatan-kegiatan tersebut. Dalam contoh aspek dari produk penyulingan minyak dan semen di atas, perusahaan pasti memiliki kendali terhadap proses pemuatan bahan bakar di lokasi, mungkin memiliki kendali (atau mungkin tidak) selama proses pengangkutan, tergantung pada kontrak bisnis antara perusahaan dan subkontraktor dan tingkat kendali minimal atau bahkan tidak ada terhadap konsumen pemakai bahan-bakar tersebut. Perusahaan dapat meminta truk pengangkut untuk memperhatikan potensi dampak lingkungan ketika melakukan bongkar muat di lokasi pabrik, mungkin dapat meminta pihak pengangkut supaya mengendalikan emisi knalpot-nya selama perjalanan dari pabrik ke distributor tetapi perusahaan hanya dapat menghimbau konsumen untuk memilih bahan bakar yang ramah lingkungan atau supaya memakai bahan bakar secara optimal. Perusahaan dapat memasukkan pemakaian produk dalam daftar aspek lingkungan tetapi boleh menyatakan bahwa kegiatan tersebut diluar kendali organisasi. Penetapan lingkup SML merupakan salah satu hal yang penting untuk menentukan aspek-aspek yang memiliki atau dapat memiliki dampak penting ke lingkungan.

Setelah jelas dengan lingkup identifikasi, organisasi harus melakukan evaluasi terhadap keseluruhan aspek tersebut untuk menentukan aspek-aspek yang dikategorikan sebagai aspek penting atau yang akan mendapatkan prioritas penanganannya (berdasarkan dari kajian resikonya). Tahap ini merupakan suatu tahap yang kritikal dan sangat menentukan keberhasilan dan keefektifan SML suatu perusahaan. Banyak perusahaan memiliki masalah dalam memahami dan menjaga konsistensi terhadap proses evaluasi ini yang disebabkan oleh perspektif yang berbeda dari individu yang terlibat, perusahaan dan korporat.

Standar tidak mensyaratkan suatu metoda evaluasi tertentu, termasuk apakah harus dengan metoda kualitatif atau kuantitatif. Tetapi yang perlu dibuat adalah suatu metoda evaluasi yang sesuai dengan tingkat kerumitan kegiatan organisasi itu sendiri. Sebuah pabrik pembuatan coating pipa yang terdiri dari 60 pegawai mungkin cukup menggunakan metoda kualitatif dengan parameter evaluasi terbatas. Sementara suatu pabrik pulp dan kertas yang melibatkan pekerja hingga 4000 orang, luas area hingga 50 ha dan jumlah peraturan yang berlaku sangat banyak, harus dibantu dengan suatu metoda kuantitatif yang dapat digunakan sebagai panduan bagi setiap departemen sehingga tercapai suatu keseragaman cara penilaian suatu dampak. Metoda evaluasi ini juga memberikan suatau mekanisma dan upaya penumbuhan kerjasama yang baik antar departemen.

Parameter-parameter evaluasi yang dapat digunakan antara lain:
a. Frekuensi aspek atau dampak : menggambarkan seberapa sering dampak tersebut akan muncul dengan penjelasan bahwa semakin sering suatu dampak dilepaskan semakin penting dampak tersebut. Dampak yang muncul pada kondisi normal memiliki frekuensi lebih besar dari dampak dalam kondisi abnormal atau darurat.
b. Tingkat bahaya dampak: berdasarkan karakteristik dampak maka dapat diketahui bahwa suatu dampak dikategorikan sebagai berbahaya (limbah asam sulfat), sedikit berbahaya (limbah organik kandungan tinggi) atau tidak berbahaya (limbah cair berkonsentrasi rendah). Karakter bahan atau limbah dapat dipelajari dari MSDS atau hasil analisa kimia.
c. Luas sebaran dampak: Seberapa luas dan banyak komponen lingkungan akan terkena. Secara mudah dikatakan bahwa dampak dari emisi gas memiliki potensi untuk mendapatkan nilai tinggi karena dari sifat gas-nya, dampak atau pencemaran yang ditimbulkan bisa mencapai dalam radius lokal (beberapa km dari lokasi perusahaan), regional (hujan asam di kawasan asia, misalnya) atau global (pemanasan global, perusakan lapisan ozon). Berbeda dengan dampak dari limbah padat karena sifat fasanya, yang terbatas pada jangkauan lokal (propinsi) atau mungkin nasional.
d. Dampak kepada masyarakat: Parameter ini mewakili unsur ketidakpastian yang dimiliki publik terhadap suatu dampak, yang umumnya muncul berdasarkan persepsi yang tumbuh pada masyarakat tersebut. Limbah gas berupa bau (pengolahan karet atau pulp) biasanya menimbulkan penilaian yang negatif dibandingkan gas lain yang relatif tidak berbau tetapi sebenarnya memberikan ancaman dampak pengurangan kesehatan lebih besar (contoh, uap amoniak dari pabrik pupuk atau emisi gas dari kendaraan bermotor). Jadi perusahaan harus mengkaji persepsi yang berkembang di masyarakat sekitar dan memberikan penilaian yang jujur kepada dampak tersebut.
e. Biaya: Berapa biaya yang diperlukan untuk memulihkan dampak tersebut jika suatu pencemaran atau perusakan lingkungan terjadi. Semakin besar dana yang diperlukan semakin penting aspek lingkungan tersebut. Contoh, biaya untuk membangun IPAL agar buangan limbah cair di bawah baku mutu membutuhkan dana lebih besar dari biaya untuk menyediakan ember-ember penambung tetesan limbah cair karena bocor.
Parameter d dan e mewakili kepentingan ekonomi atau bisnis perusahaan tersebut, sehingga sesuai dengan tujuan ISO bahwa harus selalu ada keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan lingkungan.
Setelah seluruh aspek mendapat penilaian menurut kelima parameter tersebut di atas maka dapat ditetapkan (lewat skor atau kualitatif) aspek-aspek yang dikateogrikan sebagai aspek penting. Misalnya, dengan menetapkan bahwa setiap tiga jawaban ‘Ya’ terhadap keseluruh parameter maka aspek tersebut disebut sebagai aspek penting atau aspek dengan skor diatas 6 merupakan aspek penting lingkungan. Lihat Contoh dalam bab ini.

Produk akhir tahapan evaluasi aspek adalah daftar aspek penting lingkungan, yang mungkin sudah diurut dari paling penting hingga yang kurang penting, berdasarkan skor atau keputusan tim evaluasi (untuk sistem kualitatif). Nampak disini perusahaan telah berhasil membuat prioritas pekerjaan yang banyak dan merupakan tujuan dari Klausa Perencanaan.

Organisasi harus menjamin bahwa aspek yang terkait dengan dampak penting di pertimbangkan dalam membuat tujuan lingkungannya. Dengan kata lain seluruh tujuan dan sasaran lingkungannya harus berasal dari daftar aspek penting lingkungan. Standar melarang suatu tujuan dan sasaran yang diambil begitu saja dari langit, walaupun itu merupakan masukan dari manajemen puncak. Tujuan dan sasaran lingkungan merupakan bagian dari keputusan manajemen tetapi harus berdasarkan masukan dari bawahan atau permasalahan nyata di lapangan. Dengan persyaratan ini, diharapkan tercipta suatu proses komunikasi ‘bottom-up’ dan sebaliknya. Tujuan lain adalah setiap dampak penting yang sudah terdaftar harus dikelola baik dalam bentuk tujuan/sasaran lingkungan (jika perlu perbaikan) atau melalui suatu pengendalian pencemaran rutin.

Organisasi harus membuat informasi ini terbarui. Sistem manajemen lingkungan merupakan sistem yang dinamis dan mampu mengikuti dinamika atau perkembangan pada pihak-pihak terkait. Untuk itu perusahaan harus mampu mengikuti perkembangan tersebut dengan membuktikan bahwa daftar aspek lingkungan selalu diperbarui, baik jika ada perkembangan dari faktor luar seperti perubahan peraturan lingkungan atau dilakukan secara regular untuk mengakomodasi perubahaan-perubahaan di dalam organisasi seperti penambahan alat atau kebijakan dari kantor pusat.

PERMASALAHAN
Banyak perusahaan memiliki masalah dengan pembuatan daftar aspek lingkungan ini. Penyebab yang mungkin terjadi adalah bahwa masalah-masalah lingkungan, biasanya sebelum Standar ISO berkembang, menjadi tanggung jawab beberapa orang yang secara struktural menanganinya, yaitu seksi pengendalian pencemaran. Berbeda dengan masalah mutu, terkait dengan Sistem Manajemen Mutu, yang mau tidak mau merupakan tanggung jawab mereka sehari-hari, sehingga lebih mudah dimengerti. Karena merupakan sesuatu yang baru, diperlukan waktu sehingga karyawan memahami istilah-istilah lingkungan.

Masalah lain adalah kecenderungan untuk tidak membuat daftar aspek selengkap mungkin karena berpikir bahwa kekurangannya akan ditambahkan kemudian. Aspek yang tidak teridentifikasi berarti diluar sistem, tidak masuk dalam daftar prioritas aspek, tidak memiliki tujuan/sasaran dan program dan kemungkinan besar tidak terkendali (khususnya kalau aspek tersebut merupakan aspek penting). Kondisi ini merupakan suatu contoh ‘sistem yang berantakan’, yang menggambarkan tidak adanya jaminan terhadap konsistensi kinerja lingkungan perusahaan.

Kesulitan utama dalam identifikasi adalah subyektivitas. Kerumitan muncul karena setiap orang memiliki tingkat pemahaman isu lingkungan yang berbeda-beda, baik oleh perbedaan perspektif, pendapat dan pengalaman di masa lalu. Terdapat kecenderungan untuk menganggap hampir semua dampak penting sehingga semua dampak adalah dampak penting maka tidak ada lagi yang penting. Dengan demikian, esensi dari elemen ini sebagai cara penyaringan untuk membuat prioritas tidak berfungsi lagi. Dalam mana, esensi dari identifikasi dan evaluasi aspek sebagai bagian dari perencanaan SML adalah untuk mengalokasikan sumber daya yang tepat.

Perusahaan juga menggunakan daftar dampak yang tertuang pada dokumen Amdal sebagai daftar aspek penting lingkungan. Praktek ini tidak memadai karena jelas kita melihat bahwa dampak yang didaftar terbatas pada dampak utama yang diatur oleh peraturan dan kompilasi dari keluaran keseluruhan proses produksi. Sedangkan pada kenyataanya data-data yang terkandung dalam matrik pemantauan dan pengelolaan dampak lingkungan (dokumen AMDAL) tidak cukup lengkap untuk mencakup isu-isu lingkungan yang sesuai dengan Standar.

PENERAPAN
Tahapan-tahapan penerapan:
1. Buat diagram proses kegiatan dari bahan baku masuk hingga ke produk. Dari aktivitas produksi hingga pendukung seperti utilitas, kantor, security, dll.
2. Uraikan kegiatan ke dalam sub-sub kegiatan dalam format masukan (bahan baku, energi dan sumber daya) dan keluaran sebagai hasil proses atau produk sampingnya (bising, debu, limbah cair) dan tentukan manakah yang menimbulkan dampak atau berinteraksi dengan lingkungan. Ingat pada tahap ini anda hanya mengidentifikasi dan tidak boleh membuat keputusan sendiri apakah aspek tersebut dianggap penting atau tidak penting. Daftar dan tulis saja!!!!!
3. Tuliskan dampak yang ditimbulkan dari masing-masing aspek.
4. Evaluasi setiap dampak berdasarkan lima parameter dan tetapkan batasan penting dan tidak penting.
5. Daftar aspek penting dan susun berdasarkan urutan yang tertinggi.

DOKUMENTASI
1. Manual lingkungan (paragraf mengenai proses identifikasi dan evaluasi dampak lingkungan ini) ;
2. Prosedur identifikasi aspek dan evaluasi dampak lingkungan.
3. Daftar identifikasi dan evaluasi aspek dan dampak lingkungan.

KESIMPULAN
Identifikasi dampak lingkungan merupakan pondasi dari sistem manajemen lingkungan dimana kelengkapan dari sistem, kesesuaian lingkup dan prioritas pekerjaan dihasilkan dari elemen Standar ini. Keberhasilan sistem sangat tergantung pada pemahaman yang baik terhadap aspek/dampak lingkungan.

Sumber : http://www.paradigm-consultant.com/2009/05/22/identifikasi-aspek-lingkungan-dan-pentingnya-dampak/