Senin, 23 Mei 2011

Tulisan Ke-3 (Pengantar Ekonomi & Manajemen 2)

Reaksi Masyarakat Indonesia Terhadap
Bidang Elektro

          Permasalahan yang sering muncul adalah “bagaimana hasil riset di Indonesia dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat. Selain membutuhkan dana pengembangan dan komersialisasi, hasil penelitian juga perlu publikasi”. Namun penulis mempunyai pandangan lain, yaitu bagaimana kalau hasil penelitian di bidang elektronika yang cukup berbobot ini juga dipatenkan untuk memberikan reaksi positif terhadap hasil karya anak bangsa khususnya di bidang elektro. Tentu hal itu akan sangat bermanfaat, di samping akan meningkatkan khasanah intelektual bangsa Indonesia, terutama di bidang elektronika, yang saat ini merupakan salah satu bidang yang sangat mendominasi perkembangan sains dan teknologi modern. Tulisan ini akan membahas lebih lanjut mengenai pentingnya paten, terutama untuk meningkatkan perekonomian Indonesia di pasar global yang tingkat persaingannya semakin ketat.

          Sangat jarang temuan baru dalam bidang teknologi diperoleh secara kebetulan. Umumnya temuan baru merupakan hasil pemikiran mendalam disertai upaya melakukan berbagai macam percobaan. Dalam aktivitas industri, penelitian dan pengembangan (LITBANG) atau research and development (R&D) merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendukung atau memperkuat bisnis yang sudah ada, serta menciptakan produk baru yang unggul sehingga tercipta pasar baru dan industri yang kuat. Litbang berkaitan dengan upaya menghasilkan temuan-temuan baru yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.

          Logika sederhana mengatakan bahwa di tengah persaingan bisnis yang semakin tajam, satu-satunya upaya yang dapat menyelamatkan perusahaan adalah melakukan penelitian untuk inovasi maupun mendapatkan teknologi baru yang lebih unggul serta efisien dalam ongkos produksi. Proses inovasi ini tidak akan terlepas dari kebutuhan dan permintaan pasar. Sementara itu, transfer teknologi maupun iptek pada umumnya sulit dilakukan. Oleh sebab itu, negara yang relatif tidak menguasai iptek, selamanya akan bergantung kepada negara maju. Cara yang paling mungkin untuk melepaskan diri dari ketergantungan tersebut adalah dengan menggiatkan LITBANG sendiri.

          Ide yang terlahir dari intelektualitas seseorang pada dasarnya merupakan kekayaan intelektual orang yang bersangkutan dan dilindungi oleh hukum agar tidak “dirampas” oleh orang lain. Upaya pemberian perlindungan hukum terhadap pemilik/penemu ide baru di dikenal dengan istilah Intelectual Property Rights atau Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI). Jadi HaKI dapat diuraikan sebagai hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia. Obyek yang diatur dalam HaKI adalah karya-karya yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia, seperti daya cipta, rasa, karsa dan temuan, umumnya karya-karya di bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra maupun teknologi. Untuk penemuan dalam bidang teknologi, bentuk perlindungan hukumnya disebut paten, sedang karya cipta di bidang sastra, seni dan ilmu pengetahuan, perlindungan hukumnya disebut hak cipta.

          Pertumbuhan karya intelektual hanya dapat dirangsang jika penemunya diberi pengakuan bahwa karyanya adalah asetnya. Untuk itu diperlukan sertifikat atau surat paten. Jadi paten merupakan pemberian hak khusus oleh negara kepada penemu atas penemuan barunya di bidang teknologi. Paten menawarkan insentif dalam kegiatan litbang karena dapat meningkatkan produk yang dapat dikomersialkan dan memberikan perlindungan dari peniruan/penjiplakan oleh orang lain sewaktu dipasarkan. Sistim pemberian paten diperkenalkan dengan alasan, yaitu :

          Kurang perhatiannya bangsa Indonesia akan pentingnya HaKI, khususnya masalah hak paten, dapat dilihat dari statistik jumlah paten domestik, yaitu jumlah paten yang diajukan warga negara Indonesia ke Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek Departemen Hukum dan Perundang-Undangan Republik Indonesia. Pada tahun 1994, jumlah permintaan paten domestik hanya sekitar 3,15 % dari 2.383 jumlah total permintaan paten domestik dan asing. Dibandingkan dengan sesama negara ASEAN saja, Indonesia menempati posisi paling rendah dalam kepemilikan hak paten. Dari statistik paten pada tahun 1996 misalnya, hanya 40 paten yang dicatatkan oleh warga negara Indonesia. Sementara warga Pilipina, Malaysia dan Myanmar mencatatkan patennya berturut-turut sebanyak 203, 163 dan 215 paten.

          Seharusnya masyarakat Indonesia mulai menghargai hasil karya anak bangsa dengan memberikan reaksi positif untuk mengembangkan kreativitas yang dimiliki generasi penerus bangsa, melalui program-program yang mendukung  penciptaan hasil karya, khususnya di bidang elektro.

Tulisan Ke-2 (Pengantar Ekonomi & Manajemen 2)

Patenkan Hasil Karya Elektro Guna Selamatkan Perekonomian Indonesia

          Dunia bisnis memang tengah berubah. Kekayaan intelektual kini menjadi mesin ekonomi. Kemampuan bersaing di pasar sangat ditentukan oleh sejauh mana perusahaan mampu melakukan inovasi teknologi dan memiliki sebanyak mungkin paten. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa kompetisi antar perusahaan adalah memiliki strategi paten yang tepat. Para manajer perusahaan pun dituntut untuk bisa melihat peta kecenderungan teknologi serta mengembangkan riset yang nantinya akan menciptakan produk baru untuk memperkuat bisnisnya. Microsoft misalnya, kini mengantongi paten yang jumlahnya mencapai 800. Perusahaan pembuat chip Intel meningkatkan jumlah kepemilikan patennya mencapai lebih dari 500 % hanya dalam beberapa tahun. Kini rata-rata ada 300 masyarakat AS setiap harinya datang ke kantor paten untuk mematenkan hasil temuannya.

          Minimnya permintaan paten dari Indonesia, yang jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan permintaan paten yang datang dari luar negeri, menyebabkan pada tahun 2000 yang sudah memberlakukan TRIP’s, dan tahun 2003 yang akan diberlakukan persetujuan AFTA (ASEAN Free Trade Area), sektor industri di Indonesia akan mengalami hambatan dalam perdagangan bebas di AFTA. Demikian pula hambatan yang lebih besar dapat ditemui mulai tahun 2010 mendatang yang akan diberlakukan persetujuan APEC ( Asia Pacific Economic Cooperative), dan di tahun 2020 untuk keseluruhan negara anggota WTO (World Trade Organization). Dengan diberlakukannya perdagangan bebas, otomatis persaingan pun terbuka secara bebas dan ketat. Untuk menolong industri dalam negeri memasuki era perdagangan bebas itu, perlu kiranya pemerintah meningkatkan perhatiannya terhadap lembaga-lembaga penelitian agar dapat memacu dirinya meningkatkan kualitas penelitian yang berorientasi pada penemuan-penemuan baru yang layak dipatenkan.

          Peningkatan aplikansi permintaan paten dari dalam negeri yang diharapkan oleh Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek sejak diberlakukannya TRIP’s mulai tanggal 1 Januari tahun 2000 minimal adalah 10 % dari jumlah permintaan paten secara keseluruhan (dari dalam dan luar negeri), dan meningkat menjadi 15 % pada tahun 2003. Angka tersebut perlu ditargetkan bersama-sama agar Indonesia tidak mengalami diskriminasi dalam perdagangan internasional. Jika target tersebut tidak tercapai, produk-produk industri yang diperdagangkan oleh Indonesia di pasar internasional akan dicurigai sebagai hasil pelanggaran HaKI. Akibat terburuknya adalah ditolaknya produk-produk Indonesia memasuki pasar negara-negara tertentu di Eropa maupun Amerika. Akibat lainnya adalah kemungkinan Indonesia diharuskan membayar royalti kepada suatu negara yang mengklaim memiliki paten atas jenis produk tertentu yang masuk ke Indonesia.

          Karena sifat dari HaKI adalah tidak kasat mata (intangible), maka sebagai aset harus disempurnakan dokumentasi hukumnya, yaitu dengan mendaftarkan ke instansi yang ditunjuk, untuk Indoensia adalah Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (Ditjen HaKI), Departemen Hukum dan Perundang-Undangan. Untuk memudahkan masyarakat dalam mengurus HaKI, permohonan pendaftaran HaKI dapat disalurkan melalui kantor-kantor wilayah Departemen Hukum dan Perundang-Undangan di ibukota provinsi, namun mekanisme prosesnya tetap dilakukan di pusat. Mengacu pada kondisi saat ini, pelimpahan ini sesuai dengan rencana pembentukan otonomi daerah.

          Langkah strategis yang kini sedang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan kesadaran publik tentang arti dan fungsi HaKI sebagai penyangga ekonomi bangsa. Misi pengelolaan HaKI di Indonesia adalah agar kegiatan kreatif yang menghasilkan karya intelektual terus meningkat dan memberikan perlindungan hukum atas karya intelektual tersebut. Sasaran sosialisasi HaKI adalah berbagai lapisan dan kalangan masyarakat. Pemerintah terus berupaya memperbaiki pelayanan kepada masyarakat dengan membangun Sistim Otomasi Terpadu melalui bantuan Bank Dunia.

          Pemerintah melalui Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi (KMNRT) juga bertekad untuk meningkatkan pemakaian teknologi temuan para peneliti Indonesia. Tekad tersebut diwujudkan dalam bentuk memberikan subsidi kepada para peneliti yang akan mematenkan hasil penemuannya. Program yang diberi nama “Oleh Paten” ini merupakan bagian tak terpisahkan dari upaya pemerintah untuk mendayagunakan teknologi baru hasil penemuan peneliti Indonesia yang selama ini kurang mendapatkan perhatian. Biaya pematenan di Indonesia kini adalah sekitar Rp 3 juta, tidak terlalu mahal bila dibandingkan dengan AS yang mencapai antara 4.000-5.000 USD atau setara dengan Rp 32-40 juta untuk kurs 1 USD = Rp 8.000,-. Selama ini banyak peneliti yang tidak mau mematenkan penemuannya karena terbentur faktor biaya.

          KMNRT juga memberikan subsidi kepada Sentra HaKI yang ada di Perguruan Tinggi (PT) atau Lembaga Penelitian (LP) baik negeri maupun swasta. Sentra HaKI adalah semacam badan yang mengurus tahap-tahan pemrosesan untuk mendapatkan paten yang diajukan para penemu. Dengan sentra HaKI ini para peneliti baik di PT maupun LP tidak perlu repot dan susah payah mengurus pematenan penemuannya. Program ini sifatnya adalah stimulus untuk meningkatkan kompetisi para peneliti Indonesia dalam menjual hasil temuannya di pasar global.

          Banyak peneliti belum memahami proses aplikasi paten. Ketidakfahaman itu menjadikan para peneliti merasa sulit dan memerlukan waktu lama dalam memperoleh paten. Banyak peneliti yang mendaftarkan paten tetapi hanya mengirimkan hasil penelitiannya, bukan memenuhi prosedur yang sudah ditentukan oleh Undang-Undang No. 13 tahun 1997. Proses paten di dalam negeri sebetulnya sudah disesuaikan dengan apa yang harus ditempuh di luar negeri, karena Indonesia sudah menjadi anggota WIPO (World Intelectual Property Organization).

          Perlu diketahui bahwa pemrosesan paten tidak bisa dilaksanakan dalam waktu sekejap. Terhadap permintaan paten yang masuk ke Dirjen HaKI, setelah 18 bulan harus diumumkan terlebih dahulu selama 6 bulan untuk mengetahui apakah ada keberatan dari masyarakat, sehingga terpenuhi unsur transparansi dalam penerbitan sertifikat paten. Permohonan paten dapat diterima atau ditolak dalam tujuh tahun. Sedang untuk paten sederhana, batas waktu maksimalnya adalah 3,5 tahun.

          Dalam era pasar bebas yang bakal dibanjiri oleh produk-produk elektronika berteknologi tinggi ini, para pakar di bidang elektronika sebetulnya memiliki peluang yang sangat besar untuk ikut bermain meramaikan persaingan gobal dengan menciptakan produk-produk inovatif yang dilindungi paten. Bahkan hadiah Nobel bidang Fisika tahun 2000 lalu jatuh ke tangan tiga orang yang berkecimpung dalam pengembangan elektronika, yaitu Jack S. Kilby (penggagas IC) dan duet Zhores I. Alferov-Herbert Kroemer (pengembangan opto-elektronika).

           Data di AS menunjukkan bahwa pada tahun 1972 sekitar 5 % paten baru berhasil dimenangkan oleh perusahaan-perusahaan kecil yang sebelumnya tidak mengantongi paten sama sekali. Pada tahun 1992, angka itu meningkat menjadi 23 %. Meski perusahaan-perusahaan kecil di AS hanya mengalokasikan 3 % dari jumlah yang dibelanjakan perusahaan-perusahaan besar dalam program litbang, namun kini mereka sanggup mengantongi sekitar 15 % dari semua paten baru. Hal ini berarti bahwa para peneliti bidang elektronika di tanah air tidak perlu takut bersaing dengan perusahaan-perusahaan raksasa elektronika dunia yang sudah mengantongi sekian banyak paten dengan produknya yang sudah mendunia. Bagaimanapun sebuah paten memiliki arti yang sangat besar dalam rangka menyelamatkan perekonomian bangsa ini di era pasar bebas.



Tulisan Ke-1 (Pengantar Ekonomi & Manajemen 2)

Ekspansi Usaha di Bidang Elektronika 

          Mulai membaiknya kondisi ekonomi di Indonesia merupakan momentum bagi industri elektronika untuk berekspansi untuk bisa meraih keuntungan lebih baik dan melengkapi struktur industri elektronika dan telematika di dalam negeri. Peran pemerintah yang kondusif juga sangat menentukan keberhasilan industri elektronika memanfaatkan peluang perbaikan ekonomi tersebut.

          Ahli Ekonomi, Faisal Basri memandang tren ekonomi nasional akan bergerak naik dan baru memulai periode ekspansi, seiring dengan meningkatnya kepercayaan asing pada prospek investasi di Indonesia. ”Ekonomi kita sekitar 99 % akan naik terus, setidaknya sampai tahun 2012,” kata Faisal dalam diskusi industri manufaktur berbasis elektronika dan telematika di Jakarta.

          Oleh karena itu, Faisal meminta kalangan dunia usaha, khususnya di sektor elektronika dan telematika, optimistis dan melakukan ekspansi agar bisa mendapat keuntungan dari membaiknya ekonomi nasional. ”Jangan sampai salah prediksi karena tren ekonomi Indonesia ekspansif. Apalagi, pada tahun ini semua lembaga asing ataupun dalam negeri memprediksi ekonomi Indonesia tumbuh lebih dari 6,1 % yang dicapai pada tahun lalu,” katanya.

          Faisal mengatakan, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2011 sebesar 6,2%, Bank Pembangunan Asia (ADB) memprediksi sebesar 6,3%, serta Bank Danamon dan Danareksa lebih optimistis yaitu 6,4%.Ia mengatakan pertumbuhan ekonomi nasional lebih ditopang pada konsumsi sektor swasta dibandingkan pemerintah. Ia mencontohkan pada 2010, kontribusi pemerintah terhadap produk domestik bruto (GDP) hanya sekitar 0,3 %sedangkan konsumsi swasta mencapai 4,6 persen, ditambah kontribusi investasi 8,5 %.

           Faisal menyebut industri elektronika dan telematika menjadi salah satu industri yang memberi kontribusi besar dalam pertumbuhan industri nasional pada 2010 yang mencapai 5,1%. Industri elektronika yang berada dalam cabang industri alat angkut, permesinan, dan peralatan memberi kontribusi yang besar setelah otomotif.

           Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, cabang industri alat angkut, permesinan, dan peralatan memiliki pertumbuhan tertinggi, 10,4 %, dibandingkan cabang industri lain, seperti industri pupuk, kimia, dan barang dari karet (4,7 %), serta industri makanan, minuman, dan tembakau (2,7 %).

           Ketua Umum Federasi Gabungan Elektronika, Rahmat Gobel mengatakan bahwa peran pemerintah dalam menentukan kebijakan sangat menentukan untuk mendorong investasi sektor elektronika.Pemerintah perlu menghilangkan disparitas harga di dalam negeri melalui penghapusan Pajak Penjualan Barang Mewah untuk produk elektronik.