Kamis, 24 November 2011

TUGAS PENGANTAR LINGKUNGAN KE-3


Tugas Pengantar Lingkungan Ke-3
Nama : Hendrickson
NPM  : 13410221
Kelas : 2IB02


Perkembangan Penduduk Indonesia

MATERI :


Materi dapat dilihat dengan membuka link di bawah ini :


VIDEO :



PENDAHULUAN

Pada kesempatan ini, saya akan membahas mengenai “Perkembangan Penduduk Indonesia”. Sebenarnya ada banyak hal yang dapat kita pelajari mengenai topik kita kali ini, namun hanya beberapa saja yang dapat saya bahas di sini.Di antaranya yaitu :
1. Landasan perkembangan penduduk Indonesia
2. Pertambahan penduduk dan lingkungan pemukiman
3. Pertumbuhan penduduk dan tingkat pendidikan
4. Pertumbuhan penduduk dan penyakit yang berkaitan dengan lingkungan hidup
5. Pertumbuhan penduduk dan kelaparan
6. Kemiskinan dan keterbelakangan

Mari kita simak pembahasan lebih lanjut mengenai materi "Perkembangan Penduduk Indonesia". 




PEMBAHASAN
1. Landasan Perkembangan Penduduk Indonesia
Pertumbuhan penduduk yang relatif (masih) tinggi ini merupakan suatu masalah yang terus diupayakan pengendalian pertumbuhannya. Hal ini, jika tidak dilakukan sedini mungkin, akan berpengaruh terhadap mutu kehidupan yang kian hari makin merosot. Salah satu hal yang dilakukan yaitu melalui program Keluarga Berencana dengan berbagai caranya yaitu penggunaan alat-alat kontrasepsi. Namun berbagai hambatan baik berupa agama, adat dan alasan ekonomi turut berperan; walaupun tujuan program ini sangat penting dalam menunjang meningkatnya taraf hidup keluarga.

Pertumbuhan atau perkembangan penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu:
1. Fertilitas
Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita.
2. Mortalitas
Mortalitas atau kematian adalah peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen yang bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.
3. Migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap di suatu tempat ke tempat lain melampui batas politik/negara ataupun batas administratif atau batas bagian dalam suatu negara. Jadi migrasi sering diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen di suatu daerah ke daerah lain.

Menurut Evereet S. Lee ada empat faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi yaitu:
1. Faktor – faktor yang terdapat di daerah asal
2. Faktor – faktor yang terdapat di tempat tujuan
3. Faktor – faktor yang menghambat
4. Faktor – faktor pribadi

Yang mendasari perkembangan penduduk di Indonesia adalah banyaknya masyarakat yang menikahkan anaknya yang masih muda. Dan gagalnya program keluarga berencana yang di usung oleh pemerintah untuk menekan jumlah penduduk. Karena factor – factor tersebut tidak berjalan dengan semestinya, maka penduduk Indonesia tidak terkendali dalam perkembangannya. Seharusnya dengan dua orang anak cukup, maka ini lebih dari dua orang dalam setiap suami istri. Karena perkembangan penduduk yang sangat tidak terkendali, maka banyak terjadinya kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, gelandangan, anak jalanan, dan sebagainya. Dan masalah permukiman yang tidak efisien lagi. Banyaknya rumah yang lingkungannya kumuh dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Oleh sebab itu, 50% penduduk Indonesia hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan.


2. Pertambahan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman
Tingkat pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali telah mengakibatkan munculnya kawasan-kawasan permukiman kumuh dan squatter (permukiman liar). Untuk mencapai upaya penanganan yang berkelanjutan tersebut, diperlukan penajaman tentang kriteria permukiman kumuh dan squatter dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat serta lingkungannya. Pemahaman yang komprehensif kriteria tersebut akan memudahkan perumusan kebijakan penanganan serta penentuan indikator keberhasilannya.

Rumah pada hakekatnya merupakan kebutuhan dasar (basic needs) manusia selain sandang dan pangan, juga pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itu maka dalam upaya penyediaan perumahan lengkap dengan sarana dan prasarana permukimannya, semestinya tidak sekedar untuk mencapai target secara kuantitatif (baca: banyaknya rumah yang tersedia), semata-mata, melainkan harus dibarengi pula dengan pencapaian sasaran secara kualitatif (baca: mutu dan kualitas rumah sebagai hunian), karena berkaitan langsung dengan harkat dan martabat manusia selaku pemakai. Artinya bahwa pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan permukiman yang layak, akan dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan di dalam masyarakat Indonesia perumahan merupakan pencerminan dan pengejawatahan dari diri pribadi manusia, baik secara perorangan maupun dalam satu kesatuan dan kebersamaan dalam lingkungan alamnya.

Ujung dari semua ledakan penduduk itu adalah kerusakan lingkungan dengan segala dampka ikutannya seperti menurunnya kualitas pemukiman dan lahan yang ditelantarkan, serta hilangnya fungsi ruang terbuka. Dampak lonjakan populasi bagi lingkungan sebenarnya tidak sederhana. Persoalannya rumit mengingat persoalan terkait dengan manusia dan lingkungan hidup. Butuh kesadaran besar bagi tiap warga negara, khusunya pasangan yang baru menikah, untuk merencanakan jumlah anak.


3. Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat Pendidikan
Pertumbuhan penduduk sangat mempengaruhi tinggi rendahnya pendidikan. Pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah tiap tahunnya, menimbulkan dampak yang kurang baik pada tingkat pendidikan suatu penduduk, mengapa demikian ?

Coba kita perhatikan berapa juta anak yang masih di bawah standar pendidikannya. Dengan bertambahnya kependudukan setiap harinya semakin banyak penduduk di negara Indonesia ini yang tidak mampu mengenyam pendidikan yang layak. Faktor utama yang mempengaruhi hal ini, yaitu faktor ekonomi dimana semakin banyak penduduk miskin tidak mampu memberikan pendidikan yang layak kepada anaknya, karena biaya kehidupan yang makin tinggi juga biaya pendidikan yang mahal.


4. Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup
Semakin meningkatnya tingkat pertumbuhan penduduk akan menimbulkan masalah kesehatan atau penyakit yang melanda penduduk tersebut, dikarenakan lingkungan yang kurang terawat ataupun pemukiman yang kumuh, seperti limbah pabrik, selokan yang tidak terawat yang menyebabkan segala penyakit akan melanda para penghuni wilayah tersebut yang mengakibatkan kematian dan terjadi pengurangan jumlah penduduk.
Untuk menjamin kesehatan bagi semua orang di lingkungan yang sehat, perlu jauh lebih banyak daripada hanya penggunaan teknologi medikal, atau usaha sendiri dalam semua sektor kesehatan.
Usaha-usaha secara terintegrasi dari semua sektor, termasuk organisasi-organisasi, individu-individu, dan masyarakat, diperlukan untuk pengembangan pembangunan sosio-ekonomi yang berkelanjutan dan manusiawi, menjamin dasar lingkungan hidup dalam menyelesaikan masalah-masalah kesehatan.
Seperti semua makhluk hidup, manusia juga bergantung pada lingkungannya untuk memenuhi keperluan-keperluan kesehatan dan kelangsungan hidup.
Kesehatanlah yang rugi apabila lingkungan tidak lagi memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia akan makanan, air, sanitasi, dan tempat perlindungan yang cukup dan aman- karena kurangnya sumber-sumber atau distribusi yang tidak merata.
Kesehatan manusia adalah keperluan dasar untuk pembangunan berkelanjutan. Tanpa kesehatan, manusia tidak dapat membangun apa pun, tidak dapat menentang kemiskinan, atau melestarikan lingkungan hidupnya. Sebaliknya, pelestarian lingkungan hidup merupakan hal pokok untuk kesejahteraan manusia dan proses pembangunan. Lingkungan yang sehat menghasilkan masyarakat yang sehat.


5. Pertumbuhan Penduduk dan Kelaparan
Jumlah penduduk di suatu wilayah saat ini sangat mencemaskan selain bertambahnya jumlah penduduk maka semakin sempit pula bagi mereka yang untuk mendapatka lapangan pekerjaan ataupun untuk mencari mata pencarian mereka untuk menjalani kebutuhan hidup,karena dapat menimbulkan angka kelaparan di bangsa ini akan bertambah yang disebabkan masalah tadi seperti sulitnya untuk berusaha mendapatkan kerja untuk mencukupi kebutuhan hidup karena semaki padatnya penduduk maka semakin sempit pula peluang mereka untuk mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan.

Dari masalah tersebut maka angka kematian pun semakin bertambah dan bisa merepotkan para pemerintah untuk menyensus penduduk yang bertempat tinggal, walaupun pemerintah sudah mencanangkan program untuk keluarga yang berencana tetapi sulit untuk bagi kita menjalankan perintah tersebut dikarenakan masalah ekpnomi dan kebutuhan yang mendesak.

Dengan melihat gambaran tersebut, semoga pemerintah bisa lebih tegas lagi untuk menjalankan progrm tersebut di antaranya mencegah orang untuk bermigrasi,karena dengan migrasi banyak orang yang menganggur dan menyusahkan pemerintah untuk menyensus selain itu para migrasi yang tidak bekerja hanya menjadi pengemis jalanan yang menyebabkan kepadatan penduduk yang sia - sia dan menyebabkan banyak orang yang kelaparan yang bisa mengakibatkan kematian.


6. Kemiskinan dan Keterbelakangan
Kemiskinan dan keterbelakangan merupakan fenomena sosial yang menjadi atribut negara-negara dunia ketiga. Fenomena ini juga merupakan kebalikan dari kondisi yang dialami oleh negara-negara maju yang memiliki atribut sebagai “ model”. Untuk memahami definisi dan asal mula kemiskinan
dan keterbelakangan, kita dapat melakukan kajian dengan cara :
1. Mengadakan telaah terhadap kemiskinan dan kosakata kemiskinan seperti yang dilakukan oleh Friedmann (1992: 160) dan Korten (1985: 67);
2. Membandingkan dengan konsep-konsep modernisasi sebagai kebalikan yang diametral dari kemiskinan dan keterbelakangan seperti yang dikemukakan oleh para pakar yang terkumpul dalam ontology “Modernization : The Dinamics of Growth” (Myron Weiner, 1967).

Hampir di setiap negara, kemiskinan selalu terpusat di tempat-tempat tertentu, yaitu biasanya di perdesaan atau di daerah-daerah yang kekurangan sumber daya. Persoalan kemiskinan juga selalu berkaitan dengan masalah-masalah lain, misalnya lingkungan.

Menurut Kuncoro, (1997: 102–103). Mengemukakan bahwa kemiskinan didefinisikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum.

Batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbedabeda. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Adapun pengeluaran kebutuhan minimum bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan,
sandang, serta aneka barang dan jasa. Selama periode 1976 sampai 1993, telah terjadi peningkatan batas garis kemiskinan, yang disesuaikan dengan kenaikan harga barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat. Batas garis kemiskinan ini dibedakan antara daerah perkotaan dan pedesaan.

Garis kemiskinan lain yang paling dikenal adalah garis kemiskinan Sajogyo, yang dalam studi selama bertahun-tahun menggunakan suatu garis kemiskinan yang didasarkan atas harga beras. Sajogyo mendefinisikan batas garis kemiskinan sebagai tingkat konsumsi per kapita setahun yang sama dengan beras. Dengan menerapkan garis kemiskinan ini kedalam data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) dari tahun 1976 sampai dengan 1987, akan diperoleh persentasi penduduk yang hidup di bawah kemiskinan (dalam Kuncoro, 1997: 116).

Kemiskinan bersifat multidimensional, dalam arti berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, politik dan aspek lainnya (Sumodiningrat, 1989: 26). Sedangkan Kartasasmita (1997: 234) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan masalah dalam pembangunan yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan, yang kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin pada umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih tinggi(Kartasasmita, 1997: 234). Hal tersebut senada dengan yang dikatakan Friedmann yang mengatakan bahwa kemiskinan sebagai akibat dari ketidak-samaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial (Friedmann , 1992: 123).

Namun menurut Brendley (dalam Ala, 1981: 4) kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas. Hal ini diperkuat oleh Salim yang mengatakan bahwa kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memperoleh kebutuhan hidup yang pokok(Salim dalam Ala, 1981: 1). Sedangkan Lavitan mendefinisikan kemiskinan sebagai kekurangan barang-barang dan pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.



Referensi :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar