Tugas Pengantar Lingkungan Ke-3
Nama : Hendrickson
NPM : 13410221
Kelas : 2IB02
Perkembangan Penduduk Indonesia
MATERI :
VIDEO :
4. Pertumbuhan penduduk dan penyakit yang berkaitan dengan lingkungan hidup
5. Pertumbuhan penduduk dan kelaparan
6. Kemiskinan dan keterbelakangan
Mari kita simak pembahasan lebih lanjut mengenai materi "Perkembangan Penduduk Indonesia".
MATERI :
Materi dapat dilihat dengan membuka link di bawah ini :
VIDEO :
PENDAHULUAN
Pada kesempatan ini, saya akan membahas mengenai “Perkembangan Penduduk Indonesia”. Sebenarnya ada banyak hal yang dapat kita pelajari
mengenai topik kita kali ini, namun hanya beberapa saja yang dapat saya bahas
di sini.Di antaranya yaitu :
1. Landasan perkembangan penduduk Indonesia
2. Pertambahan penduduk
dan lingkungan pemukiman
3. Pertumbuhan penduduk dan tingkat pendidikan4. Pertumbuhan penduduk dan penyakit yang berkaitan dengan lingkungan hidup
5. Pertumbuhan penduduk dan kelaparan
6. Kemiskinan dan keterbelakangan
Mari kita simak pembahasan lebih lanjut mengenai materi "Perkembangan Penduduk Indonesia".
PEMBAHASAN
1. Landasan Perkembangan
Penduduk Indonesia
Pertumbuhan penduduk yang relatif (masih) tinggi ini
merupakan suatu masalah yang terus diupayakan pengendalian pertumbuhannya. Hal
ini, jika tidak dilakukan sedini mungkin, akan berpengaruh terhadap mutu
kehidupan yang kian hari makin merosot. Salah satu hal yang dilakukan yaitu
melalui program Keluarga Berencana dengan berbagai caranya yaitu penggunaan
alat-alat kontrasepsi. Namun berbagai hambatan baik berupa agama, adat dan alasan
ekonomi turut berperan; walaupun tujuan program ini sangat penting dalam
menunjang meningkatnya taraf hidup keluarga.
Pertumbuhan atau perkembangan
penduduk di suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu:
1. Fertilitas
Fertilitas sebagai istilah
demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita
atau sekelompok wanita.
2. Mortalitas
Mortalitas atau kematian adalah
peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen yang bisa
terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup.
3. Migrasi
Migrasi adalah perpindahan penduduk
dengan tujuan untuk menetap di suatu tempat ke tempat lain melampui batas
politik/negara ataupun batas administratif atau batas bagian dalam suatu
negara. Jadi migrasi sering diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen
di suatu daerah ke daerah lain.
Menurut Evereet S. Lee ada empat
faktor yang menyebabkan orang mengambil keputusan untuk melakukan migrasi
yaitu:
1. Faktor –
faktor yang terdapat di daerah asal
2. Faktor –
faktor yang terdapat di tempat tujuan
3. Faktor –
faktor yang menghambat
4. Faktor – faktor pribadi
Yang mendasari perkembangan
penduduk di Indonesia adalah banyaknya masyarakat yang menikahkan anaknya yang
masih muda. Dan gagalnya program keluarga berencana yang di usung oleh
pemerintah untuk menekan jumlah penduduk. Karena factor – factor tersebut tidak
berjalan dengan semestinya, maka penduduk Indonesia tidak terkendali dalam
perkembangannya. Seharusnya dengan dua orang anak cukup, maka ini lebih dari
dua orang dalam setiap suami istri. Karena perkembangan penduduk yang sangat
tidak terkendali, maka banyak terjadinya kemiskinan, pengangguran,
kriminalitas, gelandangan, anak jalanan, dan sebagainya. Dan masalah permukiman
yang tidak efisien lagi. Banyaknya rumah yang lingkungannya kumuh dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit. Oleh sebab itu, 50% penduduk Indonesia
hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan pendidikan.
2. Pertambahan Penduduk
dan Lingkungan Pemukiman
Tingkat pertumbuhan penduduk yang
tidak terkendali telah mengakibatkan munculnya kawasan-kawasan permukiman kumuh
dan squatter (permukiman liar). Untuk mencapai upaya penanganan yang
berkelanjutan tersebut, diperlukan penajaman tentang kriteria permukiman kumuh
dan squatter dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat serta
lingkungannya. Pemahaman yang komprehensif kriteria tersebut akan memudahkan
perumusan kebijakan penanganan serta penentuan indikator keberhasilannya.
Rumah pada hakekatnya merupakan
kebutuhan dasar (basic needs) manusia selain sandang dan pangan, juga
pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itu maka dalam upaya penyediaan perumahan
lengkap dengan sarana dan prasarana permukimannya, semestinya tidak sekedar
untuk mencapai target secara kuantitatif (baca: banyaknya rumah yang tersedia),
semata-mata, melainkan harus dibarengi pula dengan pencapaian sasaran secara
kualitatif (baca: mutu dan kualitas rumah sebagai hunian), karena berkaitan
langsung dengan harkat dan martabat manusia selaku pemakai. Artinya bahwa
pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan permukiman yang layak, akan dapat
meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan di dalam
masyarakat Indonesia perumahan merupakan pencerminan dan pengejawatahan dari
diri pribadi manusia, baik secara perorangan maupun dalam satu kesatuan dan
kebersamaan dalam lingkungan alamnya.
Ujung dari semua ledakan penduduk
itu adalah kerusakan lingkungan dengan segala dampka ikutannya seperti
menurunnya kualitas pemukiman dan lahan yang ditelantarkan, serta hilangnya
fungsi ruang terbuka. Dampak lonjakan populasi bagi lingkungan sebenarnya tidak
sederhana. Persoalannya rumit mengingat persoalan terkait dengan manusia dan
lingkungan hidup. Butuh kesadaran besar bagi tiap warga negara, khusunya
pasangan yang baru menikah, untuk merencanakan jumlah anak.
3. Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat Pendidikan
Pertumbuhan penduduk sangat
mempengaruhi tinggi rendahnya pendidikan. Pertumbuhan penduduk yang semakin
bertambah tiap tahunnya, menimbulkan dampak yang kurang baik pada tingkat
pendidikan suatu penduduk, mengapa demikian ?
Coba kita perhatikan berapa juta
anak yang masih di bawah standar pendidikannya. Dengan bertambahnya
kependudukan setiap harinya semakin banyak penduduk di negara Indonesia ini
yang tidak mampu mengenyam pendidikan yang layak. Faktor utama yang
mempengaruhi hal ini, yaitu faktor ekonomi dimana semakin banyak penduduk
miskin tidak mampu memberikan pendidikan yang layak kepada anaknya, karena
biaya kehidupan yang makin tinggi juga biaya pendidikan yang mahal.
4. Pertumbuhan Penduduk
dan Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup
Semakin
meningkatnya tingkat pertumbuhan penduduk akan menimbulkan masalah kesehatan
atau penyakit yang melanda penduduk tersebut, dikarenakan lingkungan yang kurang
terawat ataupun pemukiman yang kumuh, seperti limbah pabrik, selokan yang tidak
terawat yang menyebabkan segala penyakit akan melanda para penghuni wilayah
tersebut yang mengakibatkan kematian dan terjadi pengurangan jumlah penduduk.
Untuk menjamin kesehatan
bagi semua orang di lingkungan yang sehat, perlu jauh lebih banyak daripada
hanya penggunaan teknologi medikal, atau usaha sendiri dalam semua sektor
kesehatan.
Usaha-usaha secara
terintegrasi dari semua sektor, termasuk organisasi-organisasi, individu-individu,
dan masyarakat, diperlukan untuk pengembangan pembangunan sosio-ekonomi yang
berkelanjutan dan manusiawi, menjamin dasar lingkungan hidup dalam
menyelesaikan masalah-masalah kesehatan.
Seperti semua
makhluk hidup, manusia juga bergantung pada lingkungannya untuk memenuhi
keperluan-keperluan kesehatan dan kelangsungan hidup.
Kesehatanlah yang
rugi apabila lingkungan tidak lagi memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia akan
makanan, air, sanitasi, dan tempat perlindungan yang cukup dan aman- karena kurangnya
sumber-sumber atau distribusi yang tidak merata.
Kesehatan manusia
adalah keperluan dasar untuk pembangunan berkelanjutan. Tanpa kesehatan,
manusia tidak dapat membangun apa pun, tidak dapat menentang kemiskinan, atau
melestarikan lingkungan hidupnya. Sebaliknya, pelestarian lingkungan hidup
merupakan hal pokok untuk kesejahteraan manusia dan proses pembangunan.
Lingkungan yang sehat menghasilkan masyarakat yang sehat.
5. Pertumbuhan Penduduk
dan Kelaparan
Jumlah penduduk di suatu
wilayah saat ini sangat mencemaskan selain bertambahnya jumlah penduduk maka
semakin sempit pula bagi mereka yang untuk mendapatka lapangan pekerjaan
ataupun untuk mencari mata pencarian mereka untuk menjalani kebutuhan
hidup,karena dapat menimbulkan angka kelaparan di bangsa ini akan bertambah
yang disebabkan masalah tadi seperti sulitnya untuk berusaha mendapatkan kerja
untuk mencukupi kebutuhan hidup karena semaki padatnya penduduk maka semakin
sempit pula peluang mereka untuk mendapatkan kebutuhan yang mereka inginkan.
Dari masalah tersebut
maka angka kematian pun semakin bertambah dan bisa merepotkan para pemerintah
untuk menyensus penduduk yang bertempat tinggal, walaupun pemerintah sudah
mencanangkan program untuk keluarga yang berencana tetapi sulit untuk bagi kita
menjalankan perintah tersebut dikarenakan masalah ekpnomi dan kebutuhan yang
mendesak.
Dengan melihat gambaran
tersebut, semoga pemerintah bisa lebih tegas lagi untuk menjalankan progrm
tersebut di antaranya mencegah orang untuk bermigrasi,karena dengan migrasi
banyak orang yang menganggur dan menyusahkan pemerintah untuk menyensus selain
itu para migrasi yang tidak bekerja hanya menjadi pengemis jalanan yang
menyebabkan kepadatan penduduk yang sia - sia dan menyebabkan banyak orang yang
kelaparan yang bisa mengakibatkan kematian.
6. Kemiskinan dan Keterbelakangan
Kemiskinan
dan keterbelakangan merupakan fenomena sosial yang menjadi atribut
negara-negara dunia ketiga. Fenomena ini juga merupakan kebalikan dari kondisi
yang dialami oleh negara-negara maju yang memiliki atribut sebagai “ model”.
Untuk memahami definisi dan asal mula kemiskinan
dan
keterbelakangan, kita dapat melakukan kajian dengan cara :
1.
Mengadakan telaah terhadap kemiskinan dan kosakata kemiskinan seperti yang
dilakukan oleh Friedmann (1992: 160) dan Korten (1985: 67);
2.
Membandingkan dengan konsep-konsep modernisasi sebagai kebalikan yang diametral
dari kemiskinan dan keterbelakangan seperti yang dikemukakan oleh para pakar
yang terkumpul dalam ontology “Modernization : The Dinamics of Growth” (Myron
Weiner, 1967).
Hampir di
setiap negara, kemiskinan selalu terpusat di tempat-tempat tertentu, yaitu
biasanya di perdesaan atau di daerah-daerah yang kekurangan sumber daya.
Persoalan kemiskinan juga selalu berkaitan dengan masalah-masalah lain,
misalnya lingkungan.
Menurut
Kuncoro, (1997: 102–103). Mengemukakan bahwa kemiskinan didefinisikan sebagai
ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum.
Batas garis
kemiskinan yang digunakan setiap negara ternyata berbedabeda. Hal ini
disebabkan karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup. Badan
Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang
dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan
digunakan patokan 2.100 kalori per hari. Adapun pengeluaran kebutuhan minimum
bukan makanan meliputi pengeluaran untuk perumahan,
sandang,
serta aneka barang dan jasa. Selama periode 1976 sampai 1993, telah terjadi
peningkatan batas garis kemiskinan, yang disesuaikan dengan kenaikan harga
barang-barang yang dikonsumsi oleh masyarakat. Batas garis kemiskinan ini
dibedakan antara daerah perkotaan dan pedesaan.
Garis
kemiskinan lain yang paling dikenal adalah garis kemiskinan Sajogyo, yang dalam
studi selama bertahun-tahun menggunakan suatu garis kemiskinan yang didasarkan
atas harga beras. Sajogyo mendefinisikan batas garis kemiskinan sebagai tingkat
konsumsi per kapita setahun yang sama dengan beras. Dengan menerapkan garis
kemiskinan ini kedalam data SUSENAS (Survei Sosial Ekonomi Nasional) dari tahun
1976 sampai dengan 1987, akan diperoleh persentasi penduduk yang hidup di bawah
kemiskinan (dalam Kuncoro, 1997: 116).
Kemiskinan
bersifat multidimensional, dalam arti berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi,
budaya, politik dan aspek lainnya (Sumodiningrat, 1989: 26). Sedangkan
Kartasasmita (1997: 234) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan masalah dalam
pembangunan yang ditandai dengan pengangguran dan keterbelakangan, yang
kemudian meningkat menjadi ketimpangan. Masyarakat miskin pada umumnya lemah
dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya kepada kegiatan ekonomi sehingga
tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang mempunyai potensi lebih
tinggi(Kartasasmita, 1997: 234). Hal tersebut senada dengan yang dikatakan
Friedmann yang mengatakan bahwa kemiskinan sebagai akibat dari ketidak-samaan
kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuatan sosial (Friedmann , 1992: 123).
Namun
menurut Brendley (dalam Ala, 1981: 4) kemiskinan adalah ketidaksanggupan untuk
mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi
kebutuhan sosial yang terbatas. Hal ini diperkuat oleh Salim yang mengatakan
bahwa kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk
memperoleh kebutuhan hidup yang pokok(Salim dalam Ala, 1981: 1). Sedangkan
Lavitan mendefinisikan kemiskinan sebagai kekurangan barang-barang dan
pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak.
Referensi :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar